London, 21 Oktober 2025 — Dunia siber dikejutkan dengan pengakuan CEO perusahaan keamanan siber asal Inggris, Jill Popelka (Darktrace), yang hampir menjadi korban penipuan melalui teknologi deepfake.
Popelka mengungkapkan bahwa seseorang meniru wajah dan suaranya secara digital untuk meminta transfer dana ke rekening luar negeri.
“Saya kaget, suaranya persis saya. Mereka menggunakan video call yang kelihatan nyata. Untung staf saya curiga dan menunda transaksi,” ungkap Popelka saat berbicara dalam acara UK Tech Summit 2025.
Kejadian ini menyoroti semakin berbahayanya penggunaan AI untuk kejahatan digital. Teknologi deepfake kini mampu menciptakan video dan suara yang hampir tak bisa dibedakan dari aslinya.
Menurut The Times, kasus serupa meningkat 200% sepanjang 2025, terutama menargetkan eksekutif perusahaan dan pejabat publik.
“Deepfake bukan sekadar konten hiburan, tapi sudah menjadi ancaman nyata,” kata pakar keamanan digital Prof. David Kwan dari University of Cambridge.
Di Indonesia, BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara) menegaskan sedang memantau tren ini dan akan memperbarui regulasi keamanan data.
“Kita sedang siapkan panduan penggunaan AI yang etis serta mekanisme deteksi deepfake,” ujar Deputi Infrastruktur Siber BSSN, Yudi Rahmadi.
Kasus Popelka membuktikan bahwa ancaman siber kini meluas ke level psikologis dan sosial, bukan hanya teknis. Para ahli mendesak agar setiap perusahaan memiliki protokol verifikasi manusia sebelum transaksi penting dilakukan.


FOLLOW THE NugoMedia AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow NugoMedia on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram